Jumat, 14 April 2017

Ibu di mana?




Aku masih terlelap ketika aku kehilangan orang yang paling aku kasihi, Ibu. Aku hanya punya Ibu setelah perang memisahkan Ayah dan Ibuku untuk selamanya. Ibu akan selalu memeluk ku, saat aku tidur. Sampai di hari itu. Tiba-tiba saja suara gemuruh datang. Ku rasakan tubuh yang memelukku seperti bergegas, namun langsung  terjatuh. Aku menangis, sementara Ibu terus mendekapku erat. Allahu Akbar!!... suaranya lirih terdengar di telingaku. Setelah itu semua menjadi gelap.

Mataku terbuka perlahan. Kurasakan sakit di kepalaku. Tangan kananku tak bisa bergerak. Perlahan kuamati sekelilingku. Sebuah selang kecil dan jarum tertancap di tanganku. Aku berada di sebuah ruang putih yang senyap. Terlihat beberapa wajah gugup memandangiku.seorang pria dengan jenggot putih memegang pipi ku. Ia tersenyum.

3 tahun berlalu. Ku isi hari-hariku di penampungan yang oleh orang-orang disebut pengungsian. Sosok ramah suster berjubah putih sedikit menghiburku. Setiap pagi Ia memandikanku, mengurus aku. Tapi saat aku melihat anak-anak sebayaku bergandengan tangan dengan ibunya, aku menjadi sangat sedih. Aku teringat pada Ibu. Ia selalu menemaniku sepanjang hari. Bila aku menangis ia akan menyesapkan putingnya ke bibirku yang kecil. Biasanya aku akan diam dan tertidur. Ketika  rindu tak tertahan lagi, aku hanya bisa mengambar sosok perempuan yang hangat seperti Ibuku. Ya, seperti Ibuku. Perempuan yang selalu ceria dengan tubuh sedikit gemuk, berambut panjang. Ia akan membelaiku hingga aku tertidur, dalam dekapnya.
Sekali lagi ku panjatkan doa untuk Ibu.


:Untuk anak pengungsi Syria yang harus kehilangan orang yang dicintai karena perang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar